Perilaku Pengemudi Indonesia: Mengatasi Mindset Buruk di Jalan Raya Melalui Edukasi Dini
Gousbuz.com – Jakarta, 25 November 2025 — Perilaku Pengemudi Indonesia di jalan raya seringkali memicu frustrasi dan membahayakan keselamatan. Berbagai pelanggaran etika dan aturan lalu lintas, mulai dari menerobos persimpangan tanpa mengalah hingga kebiasaan buruk lane hogger di jalan tol, menjadi pemandangan sehari-hari. Lane hogger, khususnya, adalah masalah serius. Mereka menempati lajur paling kanan—yang seharusnya untuk mendahului—dengan kecepatan yang rendah dan menolak berpindah.
Jusri Pulubuhu, Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), menilai perilaku tersebut berakar dari masalah fundamental. Akar masalahnya terletak pada pola pikir atau mindset yang sangat jelek. “Kesadaran kita menyangkut mindset yang sangat jelek. Kesadaran mengemudi, berjalan, mengoperasikan kecepatan kendaraan,” kata Jusri kepada Kompas.com belum lama ini. Oleh karena itu, perbaikan pada mentalitas pengemudi harus menjadi prioritas utama untuk meningkatkan keselamatan jalan raya.
Akar Masalah: Minimnya Edukasi dan Empati
Mindset yang jelek secara otomatis akan menyebabkan perilaku kurang baik di jalanan. Jusri menjelaskan alasan di balik mentalitas buruk tersebut: mereka tidak mengerti apa yang seharusnya dilakukan di jalan raya.
- Kurangnya Pemahaman: “Tidak mengerti karena seharusnya ada edukasi di dalam semua hal, berlalu lintas, berkeselamatan, empati. Kita lemah sekali, itu yang jadi masalah,” kata Jusri. Jusri menyoroti kekurangan sistematis dalam memberikan edukasi yang komprehensif. Edukasi ini seharusnya tidak hanya berfokus pada aturan, tetapi juga pada etika dan empati.
- Dampak Negatif: Minimnya empati ini terlihat jelas pada kasus lane hogger. Pengemudi tersebut tidak memikirkan kepentingan pengguna jalan lain yang ingin mendahului. Mereka menganggap lajur kanan sebagai hak mereka. Akibatnya, mereka menciptakan kemacetan buatan dan memaksa pengemudi lain mendahului dari lajur kiri. Praktik ini sangat berbahaya.
Strategi Perbaikan Jangka Panjang: Edukasi Sejak Dini
Menurut Jusri, untuk memperbaiki mindset para pengguna jalan di masa depan, edukasi harus dimulai dari bangku sekolah. Edukasi sejak dini dapat menanamkan pemahaman dan kebiasaan yang benar sebelum seseorang mulai mengemudi. Jelasnya, menanamkan nilai-nilai keselamatan dan etika harus dimulai jauh sebelum proses pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM).
Stakeholder jalan raya, seperti kepolisian dan Kementerian Perhubungan, harus berkontribusi aktif terhadap edukasi ini. “Bisa dari sekolah, orang tua juga harus rutin memberikan pelajaran kepada anaknya,” kata Jusri.
- Peran Sekolah dan Keluarga: Sekolah dapat mengintegrasikan materi keselamatan berlalu lintas dan defensive driving ke dalam kurikulum. Sementara itu, orang tua memiliki peran penting dalam memberikan contoh dan mengajarkan Perilaku Pengemudi Indonesia yang bertanggung jawab kepada anak-anak mereka sejak dini.
- Edukasi Berkesinambungan: Dengan ditanamkan edukasi sejak dini, mindset yang benar dapat terwujud. Pada akhirnya, hal ini akan menjadi perilaku dan kebiasaan baik di jalan raya. Kebiasaan ini akan secara otomatis mengurangi insiden pelanggaran etika dan kecelakaan.
Mengatasi Fenomena Lane Hogger di Jalan Tol
Fenomena lane hogger merupakan contoh sempurna dari mindset yang salah. Lajur paling kanan di jalan tol adalah lajur mendahului (passing lane). Pengemudi yang menggunakan lajur ini harus menjaga kecepatan tinggi dan segera pindah ke lajur tengah setelah selesai mendahului.
Pengemudi lane hogger justru mengabaikan fungsi lajur ini. Oleh karena itu, mereka menghambat lalu lintas secara keseluruhan. Penegakan hukum dan kampanye edukasi harus secara tegas menargetkan perilaku ini. Kampanye harus menjelaskan fungsi lajur dengan benar, menekankan bahwa lajur kanan bukan untuk kecepatan santai.
Mengubah Budaya Mengemudi Melalui Defensive Driving
Penerapan prinsip defensive driving—mengemudi secara proaktif dan mengantisipasi bahaya yang disebabkan oleh pengemudi lain—adalah solusi jangka pendek dan menengah. Prinsip ini dapat membantu pengemudi melindungi diri dari Perilaku Pengemudi Indonesia yang kurang baik.
Selain itu, pemerintah dan otoritas terkait harus meningkatkan standarisasi kursus mengemudi. Kursus harus menekankan simulasi etika, empati, dan pengambilan keputusan di persimpangan yang padat. Mindset mengalah dan memprioritaskan keselamatan harus menjadi inti dari setiap materi pelatihan.
