Bobibos: Biofuel Jerami RON 98 yang Janjikan Regenerasi Petani Muda
Gousbuz.com – 13 November 2025 – Krisis regenerasi petani di Indonesia adalah masalah serius. Minat generasi muda terhadap profesi petani terus menurun, mengancam masa depan ketahanan pangan. Namun, sebuah inovasi energi terbarukan dari Jonggol, Bogor, kini menjanjikan peluang baru yang dapat membalikkan tren tersebut. Inovasi itu adalah BBM Nabati Bobibos, singkatan dari “Bahan Bakar Original Buatan Indonesia, Bos”.
Produk karya M. Ikhlas Thamrin ini menjadi sorotan karena klaimnya yang luar biasa. Bobibos merupakan bahan bakar alternatif berbasis limbah jerami padi yang diklaim memiliki nilai oktan (RON) 98, setara dengan Pertamax Turbo. Lebih dari sekadar inovasi energi, Bobibos membuka potensi ekonomi baru bagi petani, yang diharapkan dapat membangkitkan minat anak muda untuk kembali ke sawah.
Potensi Ekonomi di Balik Limbah Jerami Padi
Selama ini, petani menganggap jerami padi sebagai limbah. Petani seringkali membuang atau membakarnya begitu saja, yang justru menimbulkan polusi udara. Ikhlas, yang juga menjabat sebagai CEO PT Inti Sinergi Formula, melihat limbah ini sebagai “emas hijau”.
Ide ini ia garap secara serius selama satu dekade terakhir. Ikhlas menghitung potensi ekonomi dari limbah yang terbuang tersebut. “Kami menemukan bahwa dari satu hektar sawah bisa menghasilkan sekitar sembilan ton jerami,” ujar Ikhlas di Bogor, Selasa (11/11/2025).
Kalkulasi inilah yang mengubah segalanya. “Dan itu bisa diolah menjadi tiga ribu liter bahan bakar,” lanjutnya. Ini adalah angka yang sangat signifikan. Jika inovasi ini dapat diterapkan secara massal, model bisnis pertanian padi akan berubah total.
Petani tidak lagi hanya bergantung pada satu kali panen gabah. Mereka mendapatkan sumber pendapatan kedua yang stabil dari limbah yang selama ini tidak bernilai. Dengan adanya permintaan jerami sebagai bahan baku energi, petani mendapatkan insentif ekonomi baru untuk terus bertani.
BBM Nabati Bobibos Sebagai Solusi Regenerasi Petani
Di sinilah letak solusi dari krisis regenerasi petani. Selama ini, generasi muda memandang profesi petani sebagai pekerjaan yang kotor, melelahkan, berisiko tinggi (gagal panen), dan berpenghasilan rendah. Ikhlas percaya bahwa teknologi Bobibos dapat mengubah citra tersebut.
“Kalau jerami punya nilai jual, anak muda bisa melihat profesi petani sebagai hal yang menarik dan menjanjikan,” kata Ikhlas.
Ketika limbah jerami memiliki nilai ekonomi yang tinggi, profesi petani bergeser. Petani bukan lagi sekadar “tukang cangkul”, melainkan “produsen energi”. Sawah tidak lagi hanya menghasilkan pangan, tetapi juga bahan bakar. Pergeseran paradigma ini membuat pertanian menjadi sektor agriteknologi yang canggih dan menguntungkan.
Anak-anak muda, yang umumnya melek teknologi, dapat melihat peluang dalam optimalisasi pengolahan limbah. Mereka dapat terlibat dalam rantai pasok dari sawah ke pabrik pengolahan biofuel. Harapannya, hal ini dapat menarik minat mereka untuk kembali ke desa dan membangun industri energi terbarukan dari nol.
Inovasi RON 98 dari Jonggol
Bobibos lahir sebagai respons terhadap isu kelangkaan dan mahalnya harga bahan bakar minyak (BBM) fosil di Indonesia. Ikhlas meriset teknologi ini selama sepuluh tahun, dengan tujuan menciptakan bahan bakar alternatif yang berkualitas tinggi.
Klaim RON 98 menempatkan Bobibos di segmen bahan bakar performa tinggi. Jika terbukti akurat dalam skala massal, ini akan menjadi pencapaian luar biasa untuk biofuel berbasis selulosa (limbah), yang umumnya lebih sulit diolah daripada biofuel berbasis minyak nabati (seperti sawit).
PT Inti Sinergi Formula, perusahaan yang menaungi Bobibos, merupakan bagian dari Sultan Sinergi Indonesia Group. Holding company ini memang bergerak di bidang energi, infrastruktur, dan pertanian, sehingga ekosistem untuk pengembangan Bobibos relatif mendukung.
BBM Nabati Bobibos dan Tantangan Skala Nasional
Meski menjanjikan, perjalanan Bobibos masih panjang. Riset dan pengembangan sejauh ini masih Ikhlas dan timnya lakukan sepenuhnya di dalam negeri, dengan uji coba skala terbatas di sekitar Jonggol.
Sejak peluncuran resminya pada 2 November 2025, perusahaan baru memproduksi sekitar 3.000 liter bahan bakar. Jumlah ini masih terbatas untuk kebutuhan uji industri dan validasi pasar. Tim merencanakan target produksi massal BBM Nabati Bobibos (satu-satunya frasa bold di isi artikel) pada Februari 2026.
Tantangan terbesar tentu saja adalah scaling up (peningkatan skala) teknologi dan logistik. Mengumpulkan sembilan ton jerami dari satu hektar sawah secara efisien dan membawanya ke fasilitas pengolahan adalah tantangan logistik yang masif.
Karena itu, Ikhlas sangat berharap ada dukungan penuh dari pemerintah. Ia ingin pemerintah melihat jerami bukan sebagai limbah, tetapi sebagai aset strategis. “Kalau pemerintah menjadikan jerami sebagai proyek strategis nasional, Indonesia bisa mandiri energi,” ucapnya.
Visi Kedaulatan Energi Desa
Lebih jauh, Ikhlas menekankan bahwa kedaulatan pangan dan kedaulatan energi seharusnya berjalan beriringan. Selama ini, Indonesia selalu memisahkan keduanya. Sawah hanya untuk pangan, sementara energi bergantung pada sumur minyak atau tambang batu bara.
Bobibos menawarkan visi yang berbeda. Menurut Ikhlas, setiap hektar sawah di Indonesia bukan hanya sumber pangan, tetapi juga sumber energi masa depan. “Kami ingin membuktikan bahwa kemandirian energi bisa lahir dari desa,” ujarnya.
Jika inovasi ini berhasil, dampaknya akan luar biasa. Indonesia tidak hanya mampu mengurangi ketergantungan pada BBM fosil impor, tetapi juga memberdayakan ekonomi pedesaan secara langsung. Petani akan menjadi garda terdepan, tidak hanya dalam swasembada pangan, tetapi juga swasembada energi.
Dengan potensi jerami yang melimpah (Indonesia memiliki jutaan hektar sawah), inovasi BBM Nabati Bobibos bukan hanya menjanjikan bahan bakar ramah lingkungan. Inovasi ini, yang lebih penting, membuka harapan baru bagi regenerasi petani Indonesia.
