Pakar ITB: APM Salah Target, Gen Z dan Milenial Pasar Sebenarnya Mobil Listrik

Target Market Mobil Listrik

Categories :

Gousbuz.com – 15 November 2025 – Pengamat otomotif senior dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Pasaribu, memberikan peringatan keras kepada produsen otomotif (APM) di Indonesia. Ia meminta APM tidak lagi salah sasaran dalam menjual mobil listrik (EV). Menurut Yannes, generasi tua seperti Baby Boomer dan Gen X bukanlah target pasar yang tepat. Ia menegaskan bahwa captive market atau target market mobil listrik yang sesungguhnya adalah generasi muda, yaitu Milenial dan Gen Z.

“Generasi Baby Boomer ke Gen X jangan pernah ditarget oleh APM untuk menjadi captive market mobil listrik,” ujar Yannes Pasaribu di detikcom Leaders Forum, Kamis (13/11). “Captive-nya adalah the next generation dimulai dari Milenial karena dia platform untuk ekosistem masa depan.”

Menganalisis Perilaku Konsumen Lintas Generasi

Yannes Pasaribu memetakan perbedaan fundamental perilaku antar generasi. Generasi tua (Gen X dan Boomer) tumbuh di era dominasi penuh mesin pembakaran internal (ICE). Pola pikir mereka terbentuk oleh faktor-faktor seperti keandalan mekanis, kemudahan servis di bengkel manapun, dan yang terpenting: harga jual kembali.

Selama puluhan tahun, generasi ini melihat mobil sebagai aset investasi jangka panjang. Depresiasi harga menjadi pertimbangan nomor satu dalam pembelian. Teknologi EV yang masih mereka anggap baru, infrastruktur pengisian daya yang belum merata seperti SPBU, dan ketidakpastian harga jual kembali baterai membuat generasi ini skeptis. Mereka adalah pasar yang loyal terhadap merek-merek Jepang yang sudah mapan.

Target Market Mobil Listrik Adalah ‘Experience Seekers’

Sebaliknya, Yannes menekankan bahwa generasi muda memiliki cara pandang yang sama sekali berbeda dalam membeli kendaraan. “Generasi muda ini nggak bicara lagi soal harga jual kembali (mobil),” tutur Yannes. Bagi mereka, mobil adalah bagian dari gaya hidup dan pengalaman berkendara. “Mereka bicara soal experience dan EV lah yang bisa menjawabnya,” tambahnya.

“Experience” yang EV tawarkan ini mencakup banyak hal. Pertama, sensasi berkendara. Torsi instan mobil listrik memberikan akselerasi senyap namun sangat responsif, sebuah pengalaman yang tidak bisa mesin ICE berikan. Kedua, konektivitas dan teknologi.

Generasi Milenial dan Gen Z adalah digital natives. Mereka mengharapkan dashboard mobil berfungsi seperti smartphone raksasa. Layar sentuh masif, interface (UI/UX) yang canggih, pembaruan over-the-air (OTA), dan integrasi gadget yang mulus adalah nilai jual utama. Ketiga, kenyamanan. EV menawarkan kabin yang hening tanpa getaran mesin. Ini semua adalah “pengalaman” yang generasi muda hargai di atas pertimbangan harga jual kembali.

Mengapa Gen X dan Boomer Bukan Target Ideal?

Peringatan Yannes agar APM “jangan tawarin mobil listrik ke orang sepuh” memiliki dasar yang kuat. Generasi ini adalah captive market untuk merek-merek Jepang yang sudah mapan. Mereka memiliki loyalitas merek yang tinggi terhadap Toyota, Honda, atau Mitsubishi. Mereka percaya pada reliabilitas mekanis yang telah terbukti selama 40 tahun terakhir.

Mengajak mereka beralih ke EV berarti mengubah kebiasaan fundamental. Misalnya, mengubah kebiasaan mengisi bensin 5 menit di SPBU menjadi mengisi daya 30 menit (fast charging) atau semalaman di rumah. Bagi generasi yang tidak tumbuh dengan gadget, kecemasan akan jarak tempuh (range anxiety) dan kompleksitas stasiun pengisian daya menjadi penghalang psikologis terbesar.

Inilah mengapa Yannes secara tegas menyebut mereka bukan target market mobil listrik yang tepat untuk saat ini.

Implikasi bagi Strategi Marketing Target Market Mobil Listrik

Jika target market mobil listrik adalah anak muda, strategi pemasaran APM juga harus berubah total. “Makanya marketing-nya harus diubah. Kasih ke yang lebih muda,” tegas Yannes. Menjual EV dengan cara yang sama seperti menjual mobil keluarga konvensional adalah kesalahan fatal.

APM tidak bisa lagi mengandalkan iklan TV di jam prime time atau iklan satu halaman penuh di koran. Mereka harus beralih ke platform digital-native. Mereka perlu menggandeng reviewer teknologi, influencer gaya hidup di Instagram dan TikTok, serta gamer.

Pesan yang mereka sampaikan juga harus bergeser. Alih-alih menjual “harga jual kembali yang bertahan”, mereka harus menjual “konektivitas tanpa batas”, “akselerasi yang memacu adrenalin”, dan “status sebagai pelopor lingkungan”. Fokus harus beralih dari aset investasi menjadi gadget beroda yang canggih.

Tantangan Daya Beli Generasi Muda

Klaim Yannes juga menyebut bahwa generasi muda “punya daya beli yang lebih baik” dan “semangat juga masih bagus”. Pernyataan soal daya beli ini menarik untuk kita perdebatkan. Meskipun Milenial dan Gen Z memiliki semangat dan keinginan kuat untuk mengadopsi teknologi baru, harga masuk (entry price) EV masih sangat tinggi dibandingkan mobil ICE.

Ini menjadi tantangan tersendiri. Bagaimana menjembatani kesenjangan antara minat yang tinggi dan kemampuan finansial? Di sinilah peran skema pembiayaan baru masuk. APM dan perusahaan leasing perlu menciptakan solusi kreatif.

Contohnya adalah sistem berlangganan (subscription) mobil. Sistem ini memungkinkan anak muda memakai mobil listrik baru dengan biaya bulanan tetap tanpa pusing memikirkan asuransi, pajak, atau depresiasi. Opsi lain adalah program sewa baterai (battery leasing), yang dapat menekan harga jual mobil secara signifikan. Skema kredit khusus dengan DP rendah yang menargetkan para profesional muda dan kreator konten juga diperlukan. Tanpa inovasi finansial ini, potensi target market mobil listrik muda ini akan sulit terwujud secara maksimal.